Fitrahnya anak, memang dia aktif, baik geraknya dan bertanya akan hal-hal baru. Dia akan belajar untuk mengutarakan emosi dan apa yang dirasakan.
Selama proses itu, peran orang tua dan lingkungan sangat berperan membentuk karakter anak.
Sejatinya anak itu seperti kertas putih mulus, tanpa noda, corak, dan warna. Kita sebagai orang tua dan lingkungan yang berperan membentuknya.
Pertanyaannya sekarang, anak yang Allah titipkan itu mau dijadikan seperti apa?
Mereka adalah peniru sejati. Apa yang dilihat, didengar dan dirasakan itu yang nantinya akan membentuk mereka.
Suara anak yang nano-nano
Adakalanya anak menangis, marah, manja, riang, dll. Semuanya nano-nano, dan membuat orang tua tiap harinya terus belajar tanpa henti.
Kesiapan mental, seorang bapak dan ibu penting banget dalam menghadapi beragam reaksi yang anak keluarkan. Dan anak ketika melihat reaksi orang tua, juga akan belajar akan sesuatu. Jadi, perlu bertindak dengan baik dan benar.
Contoh saat anak marah, maka kita sebagai orang tua bisa memberi respon: marah, lembut atau lainnya. Dari respon ini, anak akan belajar, bagaimana ibu bapaknya bersikap menghadapi amarah.
Pernah suatu ketika, kami marah, beberapa menit berlalu, rasa menyesal pun timbul. Melihat anak-anak yang masih polos, wajahnya belum ada dosa, senyumnya tulus, dsb-nya.
Bagaikan sang pengelana gurun, menemukan oase yang menyegarkan. Seketika itu pun, segala letih selama berjalanan hilang hanya dengan beberapa teguk air yang segar.
Akhirnya kami evaluasi dan menyadari, marah bukan tindakan yang tepat ke anak-anak yang masih belum mengerti dan dalam tahap belajar.
Saat kita marah, sejatinya, anak juga belajar bagaimana dia akan bersikap kedepannya.
Oleh karenanya, sejak kejadian itu, kami lebih memilih untuk sabar, bersikap lembut, menyampaikan dengan baik, dan tentu saja berdoa padaNya, agar Allah jadikan anak-anak kita sholeh-sholehah. Aamiin
Lantaran jiwa, dan segala sesuatunya yang ada pada diri anak-anak berada di kuasa Allah Azza wa Jalla.
Walau memang tak mudah, namun ketika ada kemauan pasti ada jalan. Teko akan mengeluarkan sesuai isi yang dikandungnya. Bila anak kita didik dengan baik dan lembut. Insyaa Allah mereka akan jadi seperti itu pula.
Peribahasa berkata, buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya.
Bila suara itu hilang sejenak, ada sesuatu yang kurang
Kami selalu mengagendakan anak-anak menginap di rumah kakek neneknya. Alhasil rumah kosong.
Yang biasanya, saat saya datang ke rumah disambut dengan senyuman, jadi sepi. Dalam satu hari, beraneka ragam suara muncul, seperti tangisan anak, anak yang bercerita, sang adek belajar bicara, kakak bermain, dll. Pada saat itu, seketika suasana hening.
Di momen ini, saya menyadari, suara anak-anak itu hakekatnya merindukan. Dia bisa berubah menjadi semangat, doa, harapan, pelipur lara, dan syukur yang tak terhenti tergantung dari sudut mana kita memandangnya.
Dan jika di renungkan lebih jauh, dalam satu hari, anak akan lebih banyak bermain dan bahagia bersama orang tua, tangisan/sikap yang menunjukkan marah hanya beberapa menit saja. Dari sini, kami sadar, harus lebih sabar dan bersyukur atas karunia yang Allah berikan.
Ternyata penting, untuk mengevalusi dalam satu hari bagaimana sikap anak. Salah satu tujuannya, agar kita selalu bersyukur kepada Allah.
Allah berfirman dalam QS. Ibrahim: 7 tentang pentingnya bersyukur:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.’”
Semoga dengan tiap saat kita bersyukur kepadaNya, Allah beri nikmat dan berkah untuk keluarga dan kehidupan kita. Aamiin.
Kontemplasi
Sesungguhnya tiap hembusan nafas mereka, bisa berbuah jadi kebaikan abadi, bila kita niatkan semua karenaNya.
Sebaliknya, tiap perkembangan mereka tak akan sampai di akhirat kelak bila apa yang kita lakukan bukan ditujukan untukNya. Semua akan sia-sia begitu saja.
Jadi kuncinya, ada pada niat.
Makanya, beberapa kali saya mengucapkan pada diri sendiri dan sharing ke istri, semoga apa yang kita lakukan ini nantinya, bisa menjadi syafaat di akhirat kelak.
Karena ya… kehidupan abadi di surga kelak, tujuan utama semua orang beriman di sana.
Dan anak yang saleh sebagaimana Rasulullah sabdakan, salah satu dari tiga amalan yang akan terus mengalir pahalanya ke orang tua walau telah tiada. Masyaa Allah.
Semoga dengan Allah titipkan anak-anak pada kami. Berbuah kebaikan berlipat dunia akhirat. Aamiin.
*Sebuah tulisan kontemplasi menjadi seorang bapak, yang semoga menjadi amal jariyah kebaikan.