Tepat pukul 07.28. Kuletakkan semua barang bawaan untuk segera bergegas menuju Masjid Daarut Tauhiid.
Rabu (30/1), seharusnya ada kajian khusus sankar (santri karya) akhwat, namun diganti dengan khataman program ODOJ (One Day One Juz) bersama seluruh santri karya Daarut Tauhiid.
Perlahan kaki melangkah dengan penuh rasa syukur. Allah masih beri nikmat dalam beribadah.
Sesekali kupegang calon bayi yang ada dalam rahim. Yap… sekarang “dede hafidz” sudah 6 bulan ada di rahimku.
Kami memanggilnya “dede hafidz.” Dengan harapan semoga ia kelak jadi penghafal Al-Qur’an yang lurus di jalanNya, Aamiin.
Di sisi lain otak saya penuh dengan tanda tanya besar, “Apa yang akan kamu kerjakan untuk memenuhi tugas NHW kali ini?”
Pagi tadi saya sempatkan baca 4 poin NHW yang harus dikerjakan. Dan MaasyaAllah, saya berpikir keras dengan keempat poin itu.
Poin pertama saja masih belum yakin. Karena suatu saat akan dipertanggung jawabkan bukan?
Ahh… Jangan banyak mikir! Bukankah ini salah satu motivasi ikut perkuliahan di Institut Ibu Profesional? Bisa terus belajar, memperbaiki diri, mengembangkan potensi, dan mujahadah untuk bisa istiqamah?
Jadi ingat perkataan suami, “Kalau mengerjakan sesuatu jangan setengah-setengah! Kalau sudah basah, nyebur-nyebur sekalian. Jangan nanggung!”
Hmm… let’s kuatkan kembali niatnya. Jadi, keempat point yang berhasil menggodok pikiran saya dan membuatku menghela nafas, adalah … bismillah.
Menentukan satu jurusan ilmu yang akan ditekuni di universitas kehidupan ini.
Pertama kali yang terlintas dalam benak adalah menulis.
Dari dulu saya bukan orang yang pandai menulis. Rasanya sulit untuk ungkapkan apa yang dirasakan.
Bingung, harus mulai dari mana? Bahasanya harus seperti apa?
Dulu sempat senang menulis, tentang apapun itu. Tapi tidak bisa istiqamah. Hingga akhirnya saya lupa dan meninggalkan kebiasaan itu.
Menulis memang bukan passion saya dari dulu. Saya lebih suka kepada hal-hal yang berbau kerajinan tangan. Tapi, semenjak menikah Agustus 2018 lalu, dengan orang yang gila banget sama nulis dan baca.
Saya jadi banyak berpikir dan perlahan-lahan menyadari manfaat menulis itu ternyata banyak.
Bulan pertama pernikahan, kami sepakat buat program 1 hari 1 tulisan tentang rasa.
Perkenalan yang sangat singkat, awal Juli 2018, memicu si dia buat program ini.
Agar satu sama lain bisa tahu tentang rasa kita yang sebenarnya kepada pasangan. Karena saat itu masih bersifat paksaan dan harus dipaksa, akhirnya tidak berjalan dengan baik.
Alhamdulillah dengan izin Allah, lewat Nice Home Work ini, jadi salah satu jalan untuk menghidupkan itu kembali.
Why do you must to do write ? (Strong why)
“Jika kau bukan anak raja, juga bukan ulama besar, maka menulislah,” Imam Al-Ghazali.
Kalimat pertama yang selalu suami ingatkan. Cukup menampar diri.
Bagaimana bisa mengarungi universitas kehidupan ini tanpa memberikan karya dan jejak terbaik untuk Allah?
Kedua, menulis bisa menuntut saya untuk terus membaca. Selain bisa menambah kosa kata, juga bisa menambah wawasan dengan hanya duduk dan fokus menyelami alur cerita yang dipaparkan.
Ketiga, dengan menulis saya bisa mudah menyampaikan emosi. Jujur saya bukan tipe orang yang pandai menyampaikan rasa. Maka lewat tulisan semoga bisa mewakili semuanya.
Keempat, saya berharap dengan menulis bisa menjadi jalan dakwah dan amal jariyah. Memberikan manfaat untuk banyak orang.
Terkhusus untuk anak-anak saya kelak. Sehingga ketika nanti umminya sudah tiada, ada karya yang masih bisa dikenang.
Dan terakhir, melihat dari banyaknya pengalaman suami, yang menjadikan potensi menulis bukan hanya sebagai karya tapi juga jalan rezeki.
Entah itu dapat jalan-jalan gratis, makan gratis, nginep gratis, materi, dan lain-lain. Hehe 😊
Terpenting adalah meluruskan niat bisa berkarya untuk Allah, keluarga, dan umat-Nya.
Strateginya apa agar itu semua bisa terwujud?
Berbicara tentang strategi. Saya akan mulai menghidupkan kembali satu hari satu tulisan.
Entah apapun bentuk tulisannya yang penting menulis saja dulu. Buat dalam bentuk laporan ke suami dan di post di blog keluarga yang sudah suami buat, keluargasyahiid.com.
Kedua, konsistensi membaca buku. Untuk awalan 2 pekan 1 buku. (Tegantung tebal buku yang dibaca).
Berhubung banyak buku di rumah yang masih mengantri. Saya akan buat list judul buku yang akan dibaca setiap pekannya.
Ikhtiar tidak akan berhasil tanpa kekuatan doa. Doa adalah senjata yang paling kuat bagi umat islam, apalagi untuk diri sendiri.
Jadi selalu menghubungkan setiap kegiatan hanya untuk Allah semata.
Berkaitan dengan adab menuntut ilmu. Demi ilmu yang bermanfaat dan berkah. Ilmu yang sudah saya pelajari di matrikulasi ini, mengingatkan diri untuk terus mengosongkan diri.
Saya orangnya tidak sabaran, selalu ingin cepat paham dan merasa sudah tahu. Alhasil ilmu yang didapat tak jarang berlalu begitu saja.
“Ikatlah ilmu dengan tulisan.”
Saya sadar, masih suka menyepelekan ilmu dengan tidak menuliskannya. Merasa diri “pasti ingat” makanya jarang ditulis.
Setelah belajar ADAB MENUNTUT ILMU. Kebiasaan itu harus dibuang jauh-jauh. Bangun mindset bahwa ilmu adalah buruan yang harus diikat kuat-kuat.
Terakhir, meluruskan niat menuntut ilmu untuk diamalkan. Karena, berapa banyak ilmu yang kita pelajari jika tanpa diamalkan tidak akan berkah.
Minimal untuk diri sendiri dan keluarga.
Semangat. Menulis memang bukan passion sejak dulu, tapi ia bisa ditumbuhkan dengan kebiasaan dan tekad yang kuat dalam diri.
Teruntuk suami tercinta, Abu Syahid. Semoga anak kita kelak jadi pengukir jejak kehidupan keluarga yang Allah ridhoi.